| Subcribe via RSS

Browse > Home / / Blog Article: MEMBEDAH DZIKIR PALING AFDHOL MENURUT GOLONGAN SUFI

MEMBEDAH DZIKIR PALING AFDHOL MENURUT GOLONGAN SUFI

Kamis, 05 Agustus 2010 | Posted in

dzikir sufi
Oleh Ustadz Abu Minhal

Termasuk bagian ideologi tarekat Sufi, komitmen mereka dengan dzikir-dzikir dan wirid-wirid yang telah diciptakan dan ditetapkan oleh para pemimpin mereka. Selanjutnya para jamaah golongan ini terikat untuk membaca dan mengamalkan ketentuan internal tersebut yang-sayangnya-tidak pernah dibawa oleh Rasulullah.

Dzikir Paling Afdhol Menurut Golongan Sufi
Dalam kamus ajaran Sufi, terdapat pengklasifikasian dzikir menjadi tiga jenis; yaitu dzikir ‘ammah (dzikir orang umum), dzikir khaash (dzikir orang khusus), dzikir khaashshatil khaashshah (dzikir orang yang paling utama). Anehnya dzikir yang diajarkan oleh Rasulullah justru mereka kategorikan dalam jenis dzikir pertama (dzikir ‘ammah) yang merupakan tingkatan dzikir paling rendah dalam pandangan mereka.

Dzikir yang dimaksud ialah ucapan laa ilaaha illallaah. Level dzikir kedua, berdzikir dengan isim mufrad (nama tunggal) yaitu mengulang-ulang lafzhul jalaalah (Alloh, Alloh…) (1). Sedangkan tingkat tertinggi dalam berdzikir menurut mereka, mengulang-ulang kata huwa (dibaca hu…hu…hu) yang merupakan isim dhamir (kata ganti ketiga tunggal) dari lafzhul jalaalah (Alloh) yang artinya Dia. (2)

Demikianlah tiga tingkatan dzikir yang mereka miliki beserta contoh-contohnya. Sebelum menilik betapa jauh meraka dari petunjuk Nabi, ada baiknya menengok landasan mereka dalam masalah ini guna mengetahui awal kesalahan mereka dalam masalah ini.

Dalih Kaum Sufi Untuk Membenarkan Model Dzikir Tersebut
Semua golongan menyimpang mempunyai dalih yang mereka klaim membenarkan apa yang mereka yakini. Dalih mereka dapat berujud hadits palsu,pemaksaan ayat maupun hadits shahih. Inilah yang menjadi permasalahan sebenarnya. Dalil-dalil yang shahih mutawatir di tarik-tarik untuk mendukung dan mengakomodasi apa yang telah menjadi ketentuan sebuah golongan. Mereka mensahkan dan menetapkan dzikir dengan kata Alloh lebih afdhol dengan dasar firman Alloh Ta’ala (artinya):
“Katakanlah:’Alloh-lah (yang menurunkannya)’, kemudian (sesudah kamu menyampaikan al-Qur’an kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya…" (QS.al-An’am :91).

Mereka berpegangan pada ayat tersebut dimana Alloh memerintahkan untuk mengatakan Alloh (saja) dalam berdzikir. Sesungguhnya Alloh memerintahkan berdzikir untuk menyebut nama-Nya dengan nama Alloh (saja), tanpa mentaqyid dengan perintah lain melebihi lafazh ini. Sebab dzikir ini merupakan dzikir orang-orang khusus dari kalangan hamba-Nya yang menjadi lantaran dunia tetap terpelihara (Adh-Dhiyaa al-Mustabin, Muhammad Faadhil al-Habiib hlm.155) (3).

Selain itu, menurut mereka terdapat riwayat bahwa Nabi mentalqin Ali bin Abi Thalib untuk mengatakan, “Alloh, Alloh, Alloh”. Nabi mengulanginya tiga kali. Kemudian memerintahkan Ali untuk melakukannya. Ali pun mengulang-ulangnya tiga kali.

Ulama Ahlu Sunnah Menjawab
Ulama Ahlu Sunnah telah menguliti model dzikir yang dianggap terbaik dari yang ada ini. Alasan yang utama, Rasulullah Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam sebagai insane yang paling berwenang menjelaskan syariat dari Alloh tidak pernah sama sekali menetapkan dzikir model demikian, apalagi sampai menyebutnya dengan predikat dzikir paling utama?!. Dan kenyataannya tidak ada satu dalil pun pada dalil-dalil syar’i yang menunjukkan anjuran tentang itu. Dan lagi, juga tidak ada atsar dari salah seorang Salaful Ummah. (4)

Syaikhul Islam telah membeberkan kelemahan dzikir tersebut dengan keterangan yang sangat panjang lebar dan menarik. Di antaranya beliau menegaskan, “Barang siapa menyangka bahwa ini (dzikir dengan membaca laa ilaaha illallaah) adalah dzikir ‘ammah (dzikir orang-orang umum/awam) dan (berkeyakinan) dzikir khaas adalah dengan menyebut-nyebut ismul mufrad (menyebut dengan lafazh Alloh, Alooh…) dan dzikir Khaashshatil khaashshah adalah dengan mengulang-ulang kata huwa (kata ganti ketiga untuk Alloh yang artinya Dia), ia adalah orang sesat dan terjerumus dalam kesalahan”.

Dzikir tersebut ditinjau dari sisi tata bahasa Arab saja sudah salah, karena bukan merupakan jumlah mufidah (5). Penyebutan satu isim mufrad (nama sesuatu) saja, baik dengan penyebutan nama itu atau menggunakan kata gantinya (dia,ia) bukanlah kalimat sempurna juga bukanlah jumlah mufidah. Ketika orang mengulang-ulang nama Alloh, Alloh, Alloh, sekian banyak kali, pengulangan ini tidak mendatangkan sebuah pemahaman apapun. Di samping itu, satu nama yang di ucap-ucap berulang-ulang tidak berpengaruh pada keimanan, kekufuran, dan hidayah, karena belum tuntas memberikan keterangan apapun.

Oleh karena itu, ahli bahasa dari seluruh jenis bahasa yang ada sepakat bahwa tidak tepat orang mengucapkan satu nama dan setelah itu berhenti dan diam. Sebab, nama yang ia sebutkan itu tidak lazim disebut perkataan yang sempurna. Bahkan Syaikhul Islam mengatakan, “ Seandainya seseorang mengulang-ulang nama Alloh sejuta kali, itu tidak membuatnya beriman, juga tidak berhak memperoleh pahala dari Alloh dan Surga-Nya…” (6).

Adapun istidlal mereka dengan ayat untuk menguatkan pendapat mereka, dikatakan oleh Syaikhul Islam sebagai kesalahan yang tampak jelas. Sementara Syaikh Fauzan hafizhahullah dalam Haqiiqatul Tashawwuf menilainya sebagai bentuk istidlal (pengambilan dalil) yang termasuk tahrifil kalim (penyimpangan perkataan/dalil) dari tempat semestinya. Seandainya mereka merenungi lebih jauh firman Alloh sebelumnya maka akan jelas maksudnya. Ayat yang mereka jadikan pegangan merupakan jawaban permulaan ayat. Sebab di awal ayat surat al-An’am ayat 91 Alloh berfirman yang artinya:
“Dan mereka tidak menghormati Alloh dengan perhormatan semestinya dikala mereka berkata:’Alloh tidak menurunkan sesuatu pun kepada manusia’. Katakanlah :’Siapakah yang menurunkan kitab (Taurat) yang dibawa oleh Musa sebagai cahaya dan petunjuk bagi manusia, kamu jadikan kitab itu lembaran-lembaran kertas yang bercerai berai, kamu perlihatkan (sebagiannya) dan kamu sembunyikan sebagian besarnya, padahal telah diajarkan kepadamu apa yang kamu dan bapak-bapak kamu tidak mengetahui(nya)’”.

Jadi maksudnya katakanlah Alloh lah yang menurunkan kitab yang dibawa oleh Musa. Dengan ini, maka istidlal mereka dengan ayat menjadi gugur.

Sementara hadits yang mereka sampaikan berderajat maudhu’ (palsu) berdasarkan kesepakatan Ulama, sebagaimana dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Fatawa-nya. Dengan ini, berarti dzikir dengan isim mufrad atau isim dhamir tidak memiliki dasar sama sekali dalam syariat Islam.

Dzikir Paling Afdhol Dalam Hadits Rasulullah Muhammad
Sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Shalallahu’alaihi wassalam. Dalam urusan dzikir, beliau telah menyampaikan dzikir-dzikir terbaik yang sangat jelas muatan tauhidnya. Bahkan dalam beberapa riwayat hadits, beliau sendiri yang menyatakan dzikir-dzikir tertentu merupakan dzikir paling utama dan afdhal. Di antaranya, Nabi Shalallahu’alaihi wassalam bersabda:
“Sebaik-baik dzikir adalah (membaca) Laa ilaaha illallaah. Dan sebaik-baik doa yaitu alhamdulillah.” (HR. al-Bukhari no.99)

Inilah dzikir terbaik yang diucapkan oleh seorang muslim. Ini juga yang beliau minta kepada pamannya, Abu Thalib untuk mengatakannya dalam sakit yang membawanya kepada kematian. Terdiri dari kalimat yang ringan, namun maknanya sangat agung dan kedudukannya sangat tinggi.

Laa ilaaha illallaah sudah merupakan kalimat sempurna, bila dikatakan maka tidak menyisakan tanda tanya pada pendengar. Masih banyak contoh dzikir dari Nabi yang penuh dengan keutamaan dan seluruhnya merupakan bentuk kalimat sempurna. Tidak seperti dzikir Sufi di atas, masih menyisakan kebingungan bagi orang-orang yang mendengarnya. Coba anda bayangkan, bila anda menyaksikan seseorang menyebut-nyebut suatu nama misalnya Ahmad dengan berulang-ulang, apa yang anda simpulkan dari dirinya? Atau bila ia menyebut kata ‘dia, dia,dia, seratus kali, apa pendapat anda tentang orang tersebut.??

Penutup
Sungguh model dzikir yang mereka tekuni yang tidak ada asalnya dalam syariat dengan meninggalkan petunjuk Nabi dan dzikir-dzikir yang syar’I menimbulkan pertanyaan mengenai motivasi sebenarnya yang mendorong mereka berbuat demikian.? Kenapa mereka berdzikir dengan wirid yang tidak pernah diturunkan oleh Alloh, meski demikian mereka sangat mengagungkan dan komitmen dengannya, bahkan mengecilkan arti dzikir yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wassalam? Semoga Alloh memberikan petunjuk kepada kita sekalian untuk memahami dan mengamalkan petunjuk Nabi Muhammad dalam setiap segi kehidupan.

Dinukil dari Majalah As Sunnah No.12?Thn.XIII Rabiul Awwal 1431 H/Maret 2010 M

1 Response to "MEMBEDAH DZIKIR PALING AFDHOL MENURUT GOLONGAN SUFI"

  1. Anonim Says:

    assalamu 'alaikum,

Leave a Reply