| Subcribe via RSS

Browse > Home / / Blog Article: NASEHAT SYAIKH ABDUL MALIK BIN AHMAD RAMADHANI ALJAZAIRI BAGI SALAFIYYIN INDONESIA

NASEHAT SYAIKH ABDUL MALIK BIN AHMAD RAMADHANI ALJAZAIRI BAGI SALAFIYYIN INDONESIA

Selasa, 10 Agustus 2010 | Posted in

Berikut ini adalah nasihat Syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani Aljazairi (beliau termasuk salah seorang ulama yang men-tahdzir yayasan Ihya’ at-Turats dan tidak menganjurkan untuk mengambil dana dari yayasan tersebut, serta dikenal sangat keras dalam membantah Sururiyyun), beliau berkata:[1]

“Saya katakan, tidak ada faidahnya bagi kalian untuk berselisih seputar persoalan yayasan ini. Hal ini dikarenakan sebab yang penting, yaitu adanya syubhat. Jika ada seseorang yang tertipu dengan yayasan, dan telah atau sedang merekomendasikan yayasan, dan bisa jadi bekerja bersama yayasan tersebut, maka kami tidak menasihati kalian –bahkan kami men-tahdzir kalian dari sikap meng-hajr orang tersebut atau kalian berselisih denganya pada permasalahan tersebut. Dia memiliki pendapat yang ia tidak bersendirian dengan pendapat tersebut. Ia mengikuti pendapat orang lain. Kecuali jika kita mengetahui (dengan pasti-pen.) bahwa ia adalah shaahibul hawa (pengikut hawa nafsu, ahli bid’ah). Saya berbicara tentang orang yang kalian ketahui memiliki ‘aqidah yang lurus, cinta kepada agama ini, cinta kepada Sunnah, menyebarkan Sunnah dan membelanya. Dia mencintai hal tersebut. Namun ia merekomendasikan yayasan karena apa yang tampak padanya dari tazkiyah para Syaikh terhadap yayasan, atau apa yang nampak padanya berupa kebaikan-kebaikan yayasan, dan tidak mengetahui kejelekan-kejelekan yayasan, atau yang semisal hal ini. Maka tidak ada faidahnya kalian berselisih, dan tidak ada faidahnya kalian saling meng-hajr.

Para ulama-seluruhnya- di masa sekarang ini berkata, “Ahli bid’ah zaman ini –secara umum- tidak di-hajr,” maka bagaimana lagi dengan individu yang kita tidak yakin bahwa ia adalah seorang ahli bid’ah? Bisa jadi orang yang bekerja bersama yayasan tersebut adalah Ahlus Sunnah. Bekerja bersama mereka pada batasan-batasan Sunnah, dengan menyebarkan Sunnah tersebut, dan dia tidak mengetahui kesalahan-kesalahan yang tersembunyi dalam yayasan. Bagaimana mungkin orang seperti ini kalian berselisih dengannya?! bagaimana mungkin kalian mengungkit-ungkit persoalan ini bersamanya?!

Kalian hanya boleh mengangkat persoalan ini dalam rangka menjelaskan dan berdialog dengan cara yang tenang dan terarah, misalnya dengan berkata, “Pada yayasan terdapat berbagai kesalahan; pertama…, kedua…, ketiga….” Namun, seandainya ia tidak menerima (penjelasan kalian), dan kalian melihat bahwa pada hakikatnya yang bersangkutan bukanlah pengikut hawa nafsu, maka tidak boleh bagi kalian untuk berselisih, barakallahu fiikum.

Jelaskanlah padanya dengan cara yang bijak, sekali saja. Kemudian perkaranya dilipat dan dilupakan. Adapun seluruh jiddal (perdebatan) ini adalah suatu perkara yang tidak dicintai oleh Allah.

Allah berfirman,
بَلْ هُمْ قَوْمٌ خَصِمُونَ

“Sebenarnya mereka adalah kaum yang suka bertengkar.” (QS. Az-Zukhruf: 58).

Pertengkaran tidaklah dicintai oleh Allah. Seluruh perdebatan tidak mengantarkan kepada kebaikan.

إِنَّ اللهَ أَبْغَضَ قَوْمًا أَعْطَاهُمْ الْجَدَلَ وَحَرَّمَهُمُ الْعَمَلَ

“Sesungguhnya jika Allah membenci suatu kaum, maka Allah memberikan kepada mereka sikap (suka) perbedatan dan mengharamkan (mencegah) mereka dari beramal (shalih).”

Kami tidak suka yang seperti ini… kami tidak suka ciri sebagian ikhwan kita (yang senantiasa berkata), “Bagaimana pendapat kalian tentang Fulan; tentang yayasan ini…?” Setiap pagi dan sore inilah perkataan mereka. Selanjutnya, dia menelepon –Subhanallah- dari tempat yang jauh, menghabiskan uang yang banyak (hanya untuk bertanya), “Bagaimana pendapatmu tentang Fulan?” Seolah-olah –masya Allah- ia telah belajar dari seluruh ulama Salafiyyun Subahnallaahul ‘Azhiim. Betapa banyak permasalahan (ilmiah) yang telah ditulis oleh ulama Salafiyyun. Jika engkau telah selesai membaca tulisan-tulisan mereka tersebut, maka silakan engkau bertanya (tentang Fulan dan Fulan). kecuali tinggal Fulan (yang ia tanyakan tentangnya). Ini merupakan kesalahan! Ini merupakan kesalahan!

Adapun engkau meninggalkan seluruh ulama yang baik di satu sisi dan kesibukanmu hanyalah tentang perkara Fulan ini, dan bertanya tentang siapakah dia, kemudian engkau datang untuk merekam sebuah perkataan atau point yang menyerang lawanmu (untuk berkata), “Lihatlah, Syaikh Fulan telah berfatwa keapda saya bahwa engkaulah yang bersalah!” Ini semua adalah perdebatan yang dimurkai! Semua ini adalah untuk memuaskan kepentingan pribadi! Semua ini hanyalah untuk memuaskan kepentingan hawa nafsu!

Kami tidak suka metode dan cara-cara seperti ini. Cara-cara seperti ini menyebabkan engkau terhalang dari ilmu, mencegahmu dari mahabbah fillah (cinta kepada saudaramu karena Allah), menjerumuskanmu ke dalam fitnah, dan merusak apa yang telah terjalin di antara Ahlus Sunnah. Jika (kondisi) seseorang telah jelas di kalangan ulama (bahwa ia adalah ahli bid’ah), maka orang seperti ini sudah jelas, tidak butuh dialog lagi. Namun, jika masih tersisa syubhat maka hendaknya orang yang menyelisihi dirahmati.

Tidaklah dilarang engkau menyanggahnya dengan berkata, “Engkau salah dan saya yang benar!” Hal ini tidak terlarang. Namun yang terlarang adalah engkau mengungkit-ungkit permasalahan ini dengan menerapkan prinsip al-wala’ wal bara’.

Karena itu kami nasihatkan kepada saudara-saudara kita untuk melipat permasalahan ini. Barangsiapa yang ingin memberikan nasihat atau kaset ini kepada Fulan, maka tidak mengapa. Namun kondisi kalian yang saling berselisih, kalian mengobarkan api fitnah, lalu menegakkan al-wala’ wal bara’, kemudian kalian terpecah-belah dan tidak bersatu lagi setelah hari itu, maka ini merupakan fitnah yang lain lagi; ini merupakan fitnah yang lain lagi.

Wallahu a’lam.”

[Nasihat ini disampaikan oleh Syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani pada bulan Mei 2006 M, dan kaset rekamannya ada pada penulis (yaitu Ustadz Firanda Andirja-red.)]

Disalin kembali dari buku Lerai Pertikaian Sudahi Permusuhan, karya Abu ‘Abdil Muhsin Firanda Ibnu ‘Abidin, halaman 183-186, cetakan kedua – Agustus 2006, Pustaka Cahaya Islam

Artikel: www.salafiyunpad.wordpress.com

[1] Bahkan tatkala penulis (yaitu Ustadz Firanda Andirja-red.) bertanya kepada beliau tentang sebagian tokoh Sururiyyun, maka beliau menyebutkan pemikiran-pemikiran mereka yang mereka lontarkan di media-media massa. Hal ini menunjukkan bahwa beliau sering mengikuti (tatabbu’) perkataan-perkataan dan fatwa-fatwa mereka, tidak Cuma yang terdapat pada buku-buku mereka bahkan pada media-media massa. Hal ini menunjukkan bahwa beliau termasuk ulama yang paham betul tentang manhaj Sururiyyun. Wallahu a’lam

0 Responses to "NASEHAT SYAIKH ABDUL MALIK BIN AHMAD RAMADHANI ALJAZAIRI BAGI SALAFIYYIN INDONESIA"

Leave a Reply