| Subcribe via RSS

Browse > Home / / Blog Article: Surat Terbuka Untuk Syaikh Robi’ bin Hadi

Surat Terbuka Untuk Syaikh Robi’ bin Hadi

Rabu, 27 Oktober 2010 | Posted in

Surat terbuka
untuk fadhilatus syaikh robi’ bin hadi
- semoga Allah meluruskannya -

…….

Oleh fadhilatus Syaikh Ali bin Hasan al-halaby
Semoga Allah menjaganya

.الحمدُ لله حقَّ حمدِه، والصَّلاةُ والسَّلامُ على نبيِّهِ وعبدِه، وعلى آلهِ وصحبِه ووَفْدِه
…السلامُ عليكم ورحمةُ اللهِ وبركاتُه
: أمَّا بعدُ
Pertama-tama aku ucapkan terimakasih pada anda -fadihlatus syaikh- atas hadiah (berharga) yang anda berikan padaku -tidaklah hadiah itu datang tanpa dinanti bahkan aku menantikannya!- seiring dengan dekatnya bulan ramadhan yang penuh berkah, demikian itu karena aku.. (Allah maha tahu atas diriku) membutuhkan kebaikan demi kebaikan, maka semoga Allah membalas perbuatan anda dengan kebaikan…
saya senang untuk membuat anda tenang, bahwa saya tetap memegang janji yang kujanjikan pada anda pada akhir pertemuan kita berkumpul di kediaman anda yang mulia di makkah mukarramah -dua tahun lalu- : (bunyi janji itu adalah) : (“aku tidak akan memusuhi anda sebagaimana orang lain selainku memusuhi anda, diantara kita ada ilmu”) -semoga Allah menjaga dan memberikan petunjuk pada langkah-langkah anda-…

sebagai tambahan saya beritahukan bahwa ucapan-ucapanku ini -dan yang semisalnya- yang sesuai dengan adab ilmu dan akhlak yang lembut -samasekali tidak bertentangan- dengan apa yang (kami nyatakan) di forum kami yang diberkahi (ini) yaitu berupa menutup pintu bantahan-bantahan yang terkesan emosional dan gelap mata! Atau terkesan sentimen dan semangat yang membara!


Kiranya bukan karena banyaknya kontak dan pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan padaku -dan yang memojokkanku- pasti aku berpaling dan tidak menghiraukannya!
Demikian itu dikarenakan aku mengharapkan(!) dari (orang-orang yang berakal dari kaumku!) untuk mengajukan (keputusan kami) -yang terakhir- dengan (keputusan) -yang semisalnya- jika tidak ada yang lebih baik darinya!
Akan tetapi….!!
….kemudian saya katakan -setelahnya- atas dasar rasa cinta dan persaudaraan, dan bermodalkan ucapan yang benar dan kuat, dengan memohon pertolongan dari Allah -ta’ala- dan cahaya dengan hadits
«إنَّ لصاحبِ الحقِّ مَقالا»
sesungguhnya pada pemilik kebenaran itu ada perkataan
-dengan akal yang sehat dan jiwa yang tenang-:
sesungguhya kenyataan yang terjadi pada dakwah salafiyyah yang berbarokah ini lebih dalam jika dibandingkan dengan keadaan negeri -tertentu-, pada kejadian -tertentu-, dalam masalah -tertentu-, pada orang -tertentu-!
Tersebarnya dakwah salafiyyah yang berbarokah secara besar-besaran -di berbagai penjuru bumi-mengharuskan para pemegang amanat dakwah ini dan penjaganya untuk menjadi orang-orang yang <> sebagaimana (atsar) dari ibnu abbas -radhiyallahu ‘anhuma-…
faidah dan pengaruh dari sifat-sifat yang mulia ini banyak sekali,namun yang terpenting ada dua :
pertama : semangat dalam berdakwah
kedua : mendidik para da’i
maka sejauh mana hilangnya sifat-sifat tersebut atau salah satu darinya, -baik segi kualitas maupun kuantitas- maka sejauh itu pulalah kekurangan ada pada dakwah dan para da’inya…
dan disisi lain -yang ada kaitannya- , sesungguhnya orang yang merenungi dan mencermati alam pemisah antara periode kehidupan tiga ulama kibar kita -ibnu baz , al-albany, dan ibnu utsaimin- dan periode setelah mereka -dari orang-orang yang setelah mereka!- ia akan melihat dua perkara yang jelas dan penting:
pertama : bahwasanya mereka yang dibid’ahkan oleh ulama kita tersebut -semoga Allah merahmati mereka- hanya terbatas bisa dihitung! cukuplah itu dikarenakan mereka tidak ternisbatkan kepada sunnah dan salafiyyah!
Kedua : keadaan setelah ketiga ulama kibar tersebut (!) sungguh melampaui keadaan generasi awal -yang mana mereka adalah lebih utama- baik kualitas maupun kuantitas, maka mereka yang dibid’ahkan -pada periode setelah mereka- jumlahnya banyak, terlebih lagi kebanyakan dari mereka yang banyak ini -sangat disayangkan- adalah mereka yang ternisbatkan kepada sunnah dan salafiyyah!!

ini persis sekali dengan apa yang dikatakan syaikh kami syaikh al-albany -rahimahullah- di sebagian <<soal-jawabnya>> -seraya memperingatkan- : <dikatakan terhadapnya : bahwa ia bersama salaf -minimalnya- selama perbuatannya tidak membatalkan ucapannya -tidak benar kalau kita katakan dia bukan salafi- selama ia menyeru kepada manhaj salafus shalih ,selama ia menyeru untuk mengikuti kitab dan sunnah, dan tidak fanatik terhadap imam tertentu dari imam-imam yang ada, terlebih lagi jika ia fanatik terhadap thariqah tertentu dari thariqah-thariqah yang ada, terlebih lagi jika ia fanatik terhadap kelompok tertentu dari kelompok-kelompok yang ada, akan tetapi ia memiliki pandangan yang nyeleneh didalamnya -pada sebagian permasalahan ijtihadiyah-!

Ini wajar-wajar saja ,akan tetapi harus ditinjau pada kaidah : apakah ia mengimaninya? apakah ia menyeru kepadanya?>>
Dan semilsanya (juga) perkataan syaikh -rahimahullah-:
<dimana dipisahkannya seorang muslim dari al-jamaa’ah as-salafiyyah!! hanya karena ia memiliki kesalahan pada masalah tertentu, atau yang lainnya : makatidaklah aku melihatnya melainkan ini termasuk penyakit hizbiyah yang lain!

Pemisahan ini adalah metode sebagian kelompok-kelompok islam yang tidak menjadikan manhaj salaf sebagai metodologi dalam fikih dan memahami islam, ia sebagaimana kelompok-kelompok lainnyahanyalah kelompok yang dikuasai oleh metode menghimpun dan mengumpulkan atas asas daulah yang kerdil, siapa saja yang keluar dari ketaatan terhadap pemimpinnya maka ia diperingatkan -sekali!, duakali!, mungkin sampai tigakali!-, kemudian baru dihukum dengan memisahkannya!

metode semacam ini tidak boleh diadopsi oleh jamaah yang menisbatkan -secara benar- pada kitabullah , sunnah rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-, dan manhaj salafus shalih…

ini adalah bid’ah (1) dalam agama yang Allah tidak memberikan petunjuk atasnya >>
aku katakan : ini -saja- cukup untuk mengetahui kadar penyimpangan yang besar yang menimpa bagian vital dakwah salafiyyah, sepeninggal tiga ulama kibar kita -semoga Allah meridhai mereka-…
dan sebenarnya aku tidak merasa aneh -sejak beberapa tahun yang lampau- munculnya sikap semacam ini (!) dari fadhilatus syaikh robi’ -semoga Allah meluruskannya- yang dengan senang hati kuberikan hadiah kepadanya -pada akhirnya-, demikian itu sejak beliau berkata padaku -dikediamannya- delapan tahun yang lalu : (jika engkau tidak menjatuhkan [fulan...] maka engkau kami jatuhkan)!!!
ini adalah metode syaikh robi’ yang sudah diketahui bersama (baik langsung dari ucapannya maupun yang diriwayatkan darinya), -sejak bertahun-tahun yang lalu- bersamaan dengan itu.. lebih dari seorang yang menyelisihinya, -semoga Allah menunjukinya jalan yang lurus dan menambahkan taufiknya-, akan tetapi terkadang beliau terburu-buru dalam menerapkannya pada siapa yang menyelisihinya atau terkadang -menangguhkannya-, sesuai apa yang beliau lihat pada dirinya -dan nafasnya- dari pendek atau panjangya masa (kesabaran!) yang beliau ulang-ulang penyebutannya -semoga Allah memberinya taufik-
sungguh aku diberi kesempatan -kesempatan yang sangat sedikit sekali!- untuk mendengarkan rekaman majlis fadhitatus syaikh robi’ -yang terakhir- bersama ikhwah dari iraq, yang beliau dengan senang hati -semoga Allah menunjukinya jalan yang lurus- mengumumkan hadiahnya(!), dan dipersembahkannya untukku -apa yang ada didalam rekaman tersebut- semoga Allah membalasnya dengan kebaikan dan memperbanyak kebaikannya,beliau juga mengumumkan kegembiraan sebagian orang yang fanatik terhadapnya dan juga untuk disebarkannya rekaman tersebut!!
….. ولن يضرّوكم إلا أذى
dan (tidaklah mereka akan membahayakanmu melainkan hanya gangguan kecil saja)…
dan aku tidak melihat pada majelis tersebut -demi Allah- sesuatu yang baru untuk didiskusikan atau dibahas lebih banyak daripada yang telah kuterangkan -secara lengkap- pada silsilah artikelku <<..القولِ العدلِ الأمين >> -yang berjumlah 6 seri -, yang mana sanggahanku atas perkataan fadhilatus syaikh terhadapku -sama seperti sanggahan pada majelis tersebut-! dan ini yang aku tidak peroleh jawabannya sampai saat ini!!

sungguh -disana- telah kujelaskan bahwa (semua), -ya!(semua)- kritikan terhadapku(!), -yang dibesar-besarkan perkaranya- itu terbatas pada masalah ijtihadiyyah yang para ulama dan da’i ahlussunnah boleh berbeda pendapat dalam masalah tersebut, dan tidak ada didalamnya sesuatupun yang dianggap sebagai penyimpangan ahli bid’ah (yang besar) zaman dahulu, baik masalah takdir,iman,sifat Allah,para sahabat,dan…dan…, terlebih lagi penyimpangan (pemikiran) ahli bid’ah zaman ini, -seperti ikhwanul muslimin,takfiri,sururi,quthbiy, dan..dan..,-!
Maka apakah celaan (yang diperhitungkan) terhadapku -sebagai permisalan saja!- itu sudah tepat untuk dikaitkan dengan apa yang dinamakan (manhaj muwazanah) yang dikatakan syaikh bin baz, syaikh ibnu utsaimin, -yang mana tidak bertentangan dengan perkataan masyayikh kita lainnya- terlebih khusus syaikh kami al-albany ?!
Dan apakah juga termasuk tercela : memilih pendapat yang mengatakan adanya perbedaan -atau tidak adanya perbedaan!- antara (manhaj dan aqidah), sungguh masing-masing pendapat tersebut -yang tidak dibawa kepada makna hizbiy yang gelap- telah dikatakan oleh ulama salafiyyuun yang mu’tabar -sebagaimana yang telah kujelaskan dan kuulang-ulang- secara panjang lebar -baik dahulu maupun baru-baru ini- bertentangan dengan apa yang digambarkan darinya oleh sebagian orang-orang bodoh jelata!.

Dan apakah juga termasuk tercela : menguraikan secara seksama perbedaan antara (dalil-dalil) disyariatkannya (al-jarh wat ta’dil) -baik dari ktab maupun sunnah- disatu sisi, dengan (ijtiihad) pada setiap permasalahannya secara rinci, dan permasalahan dalam penerapannya -disisi yang lain-?!

Atau juga : tinjauan terhadap (jarh) mufassar , untuk diketahui apakah bisa diterima atau tidak?! Yang merupakan tinjauan secara tepat bagi kaidah yang diulang-ulang -pada hari-hari ini- tanpa ada pengetahuan tentangnya dan tanpa memahami maksud dari : (wajib menerima jarh mufassar)!

dan apakah ada seorang yang menyelisihi (jarh) tersebut (jika penjelasannya) benar dan (memuaskan)?!

Dan saya senantiasa -sangatlah- heran, bagaimana masalah ini -bagi mereka!- , butuh untuk ditinjau ulang, terlebih lagi mereka menjadikannya (!) termasuk hal yang tidak terbantahkan -sebagai kebalikannya-?!

Benar, masalah itu termasuk hal yang tak terbantahkan seperti apa yang telah kujelaskan, tidak seperti hawa nafsu dan kecenderungan mereka!!!

….dan lain-lainnya yang dianggap sebagai celaan-celaan,(!) yang pada hakikatnya -dengan setiap detail yang ada- ia tidak lebih dari pendapat-pendapat (ijtihadiyah) yang bisa benar dan salah , tanpa terkecuali!

Adapun tuduhan (membela ahlul batil!) dan (membela ahli bid’ah!) -yang mereka memperbanyak(!) dalam mengulang-ulangnya-, maka aku katakan:

katakan padaku -demi rabb-mu- : siapakah mereka ?!

apakah al-maghrawi ?!
atau al-ma’ribi ?!
atau ar’ur ?!
atau ibnu jibrin ?!
atau…?! atau…?!

..jika seandainya anda fadhilatus syaikh memilih pendapat yang membid’ahkan, menyesatkan, mencela, menjatuhkan mereka, maka sungguh pendapat yang kami pilih sesuai dengan pendapat ulama selain anda dari kalangan ulama ahlussunnah as-salafiyyah yang mana kedudukan mereka tidak lebih rendah dari anda, -jika tidak (mau dikatakan) mereka lebih tinggi dari anda-, semisal samahatul mufti, syaikh al-fauzan, syaikh al-abbad, syaikh as-sadlan, dan yang selain mereka : yang menganggap mereka (yang disebutkan diatas) termasuk ahlussunnah an-nabawiyyah, dan termasuk ulama atau dai dakwah salafiyyah -tentunya dengan senantiasa menasihati mereka pada apa yang tampak bagi kami kesalahan-kesalahan mereka-…

atau yang sampai pada anda (!) –semoga Allah menjaga anda- bahwa kami membela (safar dan salman) terlebih (sayyid dan muhhammad quthb), atau (abi ghuddah dan al-kautsariy) atau (al-mas’ariy dan al-malyabariy) atau (bin laden dan ad-dhawahiriy) lebih dari itu (ja’d dan jahm), atau (al-bakriy dan al-akhna’iy) atau (abil hudzail dan al-qadhi abdil jabbar), -dan yang semisal mereka dan golongan-golongan mereka!, dari kalangan pentolan-pentolan ahli bid’ah -baik kecil maupun besar!- zaman dahulu maupun zaman ini-?!!

Tidak,. Demi zat yang membelah biji dan yang menciptakan jiwa…

Atau kedua daftar (nama-nama) tersebut –yang mana antara keduanya individunya berlainan satu sama lain- bagi anda- adalah sama?!?!?

…{تلك إذن قِسمةٌ ضِيزَى}
Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil

Apapun itu, sesungguhnya perselisihanku –atau ketidaksesuaianku dengan fadhilatus syaikh – semoga Allah memaafkannya- dalam pencelaannya terhadap fulan dan fulan- yang mana mereka diatas dasar manhaj salaf dan sunnah- tidaklah bisa dijadikan alasan untuk mencelaku -samasekali-, demikian itu dikarenakan aku –pada saat yang bersamaan- sesuai dengan pendapat mereka yang kedudukannya tidak lebih rendah dari beliau dari kalangan ahlussunnah- dari kalangan orang-orang yang utama dan ulama pada zaman ini-…

Cukuplah atas dasar ilmiyah yang kokoh yang telah ditetapkan, yaitu : bahwasanya perselisihan dalam masalah al-jarh wat ta’dil – dari sisi dhabth(hafalan) atau ‘adalah(keadilan) atau bid’ah – adalah perselisihan sunniy yang diperhitungkan, baik dahulu maupun sekarang- asalkan sesuai dengan aturan-aturan ilmiyyah yang telah diketahui,

Dalil-dalil dan yang menguatkan hal ini terlalu besar dan –banyak- untuk dihitung…maka ini tidaklah dapat dibantah!
Dan sungguh saya benar-benar mengetahui secara sempurna masalah yang diisyaratkan ini -disini- sungguh saya telah membahas dan menjelaskannya dalam beberapa artikel atau kitab, dengan mencukupkannya -disini- sesuai dengan tuntutan situasi -cukup- secara ringkas- …..
Tetapi dengan tetap mengingatkan -setelahnya- bahwa saya benar-benar berupaya dengan –segala- bentuk upaya untuk tidak menyendiri didalam berucap tanpa ada pendahulunya dari kalangan imam-imam sunnah dan para ulamanya –sebelum atau sesudahnya-…
Barangsiapa yang mendapati –dari diriku- yang menyelisihi pengakuan ini maka sesunggguhnya aku ruju’ terhadap hukumnya dan ridha dengan ucapannya…

Adapun tambahan (satu-satunya!) pada majlis bersama ikhwah iraq yang terakhir dari apa yang telah mendahuluinya, adalah tuduhan fadhilatus syaikh –semoga Allah mengampuninya- atas tuduhannya terhadapku- bahwa aku menyatakan persatuan antar agama!!

Yang mana beliau mengalah ataupun menurunkan derajat (!) dalam menghukumiku dalam masalah ini dari kafir menjadi bid’ah –semoga Allah menyelamatkan syaikh dari keduanya-

Saya tidak mengerti -sebenarnya- apa penyebab mengalah atau -penurunan hukum!- dari beliau –semoga Allah memberikannya taufik!- , dan sepanjang pensyariatannya!:

apakah itu karena menjaga perasaanku, atau keramahannya terhadapku?!

atau karena menjaga hubungan tigapuluh tahun -bersama beliau- agar tidak menjadi debu yang beterbangan!?

atau karena beliau menganggapku bodoh terhadap hukum aqidah persatuan antar agama yang kufur, beliau memberi udzur padaku karena kebodohanku!?!

atau karena menjaga masyarakat dakwah salafiyyah agar tidak sampai pada pengkafirkan di saat mereka sangat memerangi didalamnya pengkafiran ini!?

atau karena apa….?!

Sebenarnya, aku tidak tahu!

Dan perkataan (aku tidak tahu : setengah dari ilmu) – sebagaimana dikatakan dahulu-!

Dan tanpa melihat karena ini dan ini atau itu, sesungguhnya anggapan –dengan menuduhku seperti ini- adalah sebatil-batilnya tuduhan dan seberat-beratnya., dan sungguh aku telah menjelaskan sikapku yang jelas dan tegas –sebelum dan sesudahnya- sangat banyak sekali- dalam pembahasan (persatuan antar agama) –ini – dan kafirnya orang yang mengucapkannya –secara terang- dalam artikelku yang terakhir (الإعلان ببراءةِ أهلِ السُّنَّةِ والإيمانِ مِن القولِ بوَحدَةِ الأديان) “pengumuman berlepas dirinya ahlussunnah dan ahlul iman dari pemikiran persatuan antar agama “, yang mana terkandung –juga – didalamnya -dengan memuji Allah- pembebasan tuduhan atas pelayan dua tanah suci yang mulia al-malik abdullah bin abdul Aziz , begitu juga fadhilatus syaikh abdullah bin mani’ -semoga Allah menjaga keduanya – dengan tuduhan yang sama persis- dari seorang yang begitu beraninya dan dhalim dalam membid’ahkan keduanya- terlebih lagi mengkafirkan keduanya!-, demikian itu sebagaimana aku diperlakukan dengannya – dihinakan dengan mengalah dalam menghukumiku yang telah disebutkan barusan -!

Dan aku tidaklah menyangka (!) bahwa hukum mengkafirkan –atau membid’ahkan- yang sesuai aturan(!!!) itu memiliki hubungan baik jauh ataupun dekat dengan batasan-batasan letak geografis, atau daerah! Terlebih lagi dengan kelas-kelas manusia, atau politik!!!
Kecuali……..!

(Semua) ini adalah apa yang berkaitan denganku , atau yang berhubungan dengan permasalahanku!
Maka bagaimana halnya ternyata hadiah (berharga!) tersebut dikirimkan -juga- kepada al-akh asy-syaikh abu manar al-iraqiy -hafidhahullah-!?

apa karena ia menyatakan persatuan antar agama -juga-!?

atau karena ia terlibat dengan sebagian bid’ah, baik besar –ataupun kecil!- !?

atau karena ia seorang hizbiy, atau quthbiy, atau takfiri!?

atau!? atau!?

atau karena ia -hanya sekedar- dan inilah kenyataannya- tidak sependapat dengan fadhilatus syaikh robi’ dalam menjatuhkan , menghajr , membid’ahkan (ali al-halaby) – atau [dan] siapa yang telah dibid’ahkan sebelumnya!-!?

Dan kebenaran yang patut diterima –tanpa pengecualian-: bahwa hukum yang berjalan yang timbul atasnya –pada hakikatnya dan hasilnya- tiada lain karena penerapan kaidah haddadiyah –yang telah diperingatkan -sendiri- oleh fadhilatus syaikh! :
!(مَن لمْ يُبَدِّعِ المُبتدِعَ فهُو مُبتدِعٌ)
barangsiapa yang tidak membid’ahkan ahlul bid’ah maka ia mubtadi’

begitu juga ucapan mereka :
!!?!(كُلُّ مَن وَقَعَ في بدعةٍ صارَ مُبتدِعاً)
Siapa saja yang terjerumus dalam kebid’ahan maka ia adalah ahli bid’ah

Dan ketika syaikh kami al-imam al-albany -rahimahullah- ditanya tentang perkataan semacam ini :
(مَنْ لَمْ يُكَفِّر الكَافِرَ فَهُو كَافِر)
siapa yang tidak mengkafirkan orang yang telah dikafirkan maka ia kafir ,
dan
(مَنْ لَمْ يُبَدِّع المُبْتَدِعَ فَهُو مُبْتَدِع)
barangsiapa yang tidak membid’ahkan ahlul bid’ah maka ia mubtadi’,
dan
(مَنْ لَمْ يَكُن مَعَنا فَهو ضِدّنا)
Siapa saja yang tidak bersama kami maka ia lawan kami (2)!?
Maka syaikh menjawab –yang ringkasnya-:

<< darimana datangnya kaidah ini?!

Siapa yang membuatnya?!!!

Tidaklah menjadi syarat –selama-lamanya- bahwa siapa yang telah mengkafirkan seseorang dan menegakkan hujjah atasnya, kemudian semua manusia harus mengikutinya dalam mengkafirkan, karena mungkin saja yang dikafirkan tersebut salah dalam memahami (3), sedang ulama lainnya memandang tidak boleh mengkafirkannya .

Begitu juga membid’ahkan dan menfasikkan.
Maka ini merupakan fitnah zaman ini, dan terburu-burunya sebagian pemuda dalam mengklaim dirinya berilmu.

Ini pintu yang luas, terkadang seorang ‘alim memandang sesuatu tersebut wajib, sedangkan yang lain tidak demikian! –sebagaimana berselisihnya para ulama-pada masa lalu atau kemudian kelak- .

Karena pintu ijtihad tidak mengharuskan orang lain untuk mengambil pendapatnya.

Yang diharuskan untuk mengambil pendapat orang lain adalah muqollid yang tidak berilmu, maka ia wajib untuk taklid(4).

Adapun orang yang berilmu –misalnya ketika ada orang yang mengkafirkan , menfasikkan , membid’ahkan (5) –kemudian ia tidak sependapat dengan pendapatnya- maka selamanya seorang alim tersebut tidak wajib untuk mengikutinya. >>

Dan ku tutup makalahku –ini- dengan perkataan emas yang mana ini temasuk mutiara kalimat fadhilatus syaikh robi’ bin hadi -semoga Allah menjaga dan meluruskan langah-langkahnya pada al haq-, beliau berkata:

< , kabar-kabar angin , qiila wal qaala , banyaknya sikap fanatik! , terlebih lagi orang yang di jarh tersebut telah masyhur kesalafiyyahannya.- >>

Dan termasuk bab «لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُم حَتَّى يُحِبَّ لأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ»
<orang dari kalian beriman hingga mencintai untuk saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri>>

Maka sungguh aku berwasiat pada setiap saudaraku fillah –ta’ala- untuk ruju’ kepada kebenaran –dalam masalah ini- kepada jalannya ulama salaf dalam memerinci dan menjelaskan –dalam mengkritik ahli bid’ah dan orang yang menyimpang- , sampai jelaslah kesalahan para mujtahid(7), dan menjadi teranglah jalannya ahli bid’ah dan orang-orang yang berdosa.

Kemudian aku katakan : sesungguhnya menyematkan hukum pada individu-individu yang menisbatkan diri mereka pada al-manhaj as-salafi –dan suara-suara mereka bergema yang menunjukkan bahwa mereka adalah salafiyyun- tanpa adanya penjelasan dan sebab, dan tanpa hujjah dan bukti-bukti-: akan menyebabkan kerusakan yang besar dan perpecahan besar-besaran di (setiap) negeri.

Maka wajib untuk memadamkan api fitnah ini, dengan menampakkan hujjah dan bukti-bukti yang menjelasakan pada manusia, dan (memuaskan) mereka akan layaknya penyematan hukum tersebut, dan kebenaran hukum tersebut. Atau memberikan udzur dari hukum tersebut(8)!

Tidakkah engkau melihat -wahai orang yang menjarh- bahwa ulama salaf telah menegakkan hujjah dan bukti atas kesesatan firqoh-firqoh –seperti rafidhah dan jahmiyyah, mu’tazilah dan khawarij, qadariyyah dan murji’ah –dan selain mereka-.

Mereka tidak mencukupkan –semoga Allah merahmati mereka- hanya dengan menyematkan hukum atas kelompok-kelompok atau orang-perorangan , tanpa menegakkan hujjah dan bukti yang mencukupi dan (memuaskan).

Bahkan mereka menulis karya-karya yang banyak dan luas dalam menjelaskan kebenaran yang dipegang teguh oleh ahlussunnah wal jama’ah, dan juga menjelaskan kesesatan yang dipegang teguh oleh kelompok-kelompok dan orang-perorangan tersebut>>

Aku katakan : inilah hendaknya… ditetapkan
Dan demikian pula diharapkan juga… p e n e r a p a n n y a !

adapun setelahnya -wahai fadhilatus syaikh- :

betapa mudah dan -gampangnya- tuduhan atau ucapan : fulan pendusta!! fulan penentang!! fulan sesat!! fulan tenggelam dalam kesesatan!! fulan mubtadi’!! fulan penipu!!
terlebih lagi mengatakan : jika (fulan!) itu bukanlah mubtadi’, maka tidak ada seorangpun mubtadi’ diatas muka bumi ini.

betapa mudah dan -gampangnya- juga- dibalikkannya kehinaan ini –dengan segala lafadz dan bentuk-bentuknya!- kepada sang penuduh dan pengucapnya!

Akan tetapi, sangat sulit sekali untuk menegakkan hujjah dan bukti (yang memuaskan) atas semua itu –bagi orang yang berlaku adil- bukan muqollid dan muta’ashib yang serampangan !-!!

Nabi kita –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

مَن قالَ في مُؤمنٍ ما ليسَ فيهِ أسكنَهُ اللهُ رَدْغَةَ الخَبالِ حتَّى يَخرُجَ ممَّا قال

Barangsiapa yang mengata-ngatai seorang mukmin yang tidak ada padanya, Allah akanmenempatkannya pada lumpur ahli neraka, hingga ia bertaubat darinya

Dan sebagaimana aku tidak rela bencana ini menimpa diriku, maka akupun tidak rela hal ini menimpa anda fadhilatus syaikh -baik sekarang ataupun nanti diakhirat-…

وَسَيَعْلَمُ الَّذِينَ ظَلَمُوا أَيَّ مُنقَلَبٍ يَنقَلِبُونَ
Dan orang-orang yang dhalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali

Akhirnya :
saya khawatir –fadhilatus syaikh- zaman dimana kita berada saat -ini- menjadi zaman yang << [didalamnya] sebuah kebajikan berubah menjadi kemungkaran, dan kemungkaran menjadi sebuah kebajikan!

Bid’ah menjadi sunnah , sunnah menjadi bid’ah!

Dikafirkannya seseorang karena keimanannya yang murni dan tauhidnya yang bersih!

Dibid’ahkan karena semata-mata ia mengikuti rasul dan memisahkan diri dari hawa nafsu dan bid’ah!

Dan siapa yang memiliki mata hati yang hidup, niscaya ia akan melihatnya didepan matanya.

Dan kepada Allahlah kita minta pertolongan>>
-sebagaimana ini terdapat pada <> (1/343) oleh ibnul qoyyim-

…dan betapa indahnya yang dikatakan -dahulu-

<

…dan tidak ada yang memberikan jalan keluar kecuali Allah, dan (Tidak ada yang akan mengungkapkanterjadinya hari itu selain Allah)…

Maka <perlihatkan padaku ya Allah!! penuntutan balasku atas orang yang mendhalimikujika orang yang berbuat kebatilan terus menerus dalam kebatilan dan kesia-siaannya, dan orang yang berkata dusta terus menerus dalam kedustaan-kedustaannya , dan orang yang menuduh terus-menerus dalam tuduhan-tuduhan dan klaim-klaimnya….

Ya Allah sesungguhnya aku terdhalimi maka tolonglah…

…dan bagi anda fadhilatus syaikh, rasa hormat yang mendalam.

Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wa barokatuh….

(diterjemahkan oleh abu umainah fachry dari http://kulalsalafiyeen.com/vb/showthread.php?t=19921)



( 1 ) tidak samar atas orang yang (cerdas!) bahwa << menjadikan ucapan seseorang dengan sendirinya berkedudukan seperti nash-nash syariat –tidak menoleh kepada selain ucapannya, bahkan tidak menoleh pada nash-nash syari’at kecuali jika cocok dengan ucapannya- : umat ini sepakat bahwa hal ini diharamkan didalam agama Allah.
    Dan tidak nampak hal ini pada umat kecuali setelah berlalunya generasi yang utama >>.
    Sebagaimana yang dikatakan ibnul qoyyim didalam <<I’lamul
    muwaqqi’in>> (2/236).

    ( 2 ) Dalam <> (hal-73) -oleh syaikh ibnu utsaimin- rahimahullah- mensifati (kaidah!) semacam ini dengan <>…

      ( 3 ) Sungguh bermacam-macam pandangan terhadap (petunjuk-petunjuk) sebagian nash –baik qath’iy maupun dzhonny-
        Seandainya tidak seperti itu, maka tidak akan berselisih dua orang alim!
        Dan ini tidak dikatakan oleh seorangpun –baik dahulu, maupun sekarang-!!
        Memang benar, pembicaraan tentang (tetapnya) dalil-dalil –baik qoth’iy maupun dzhonny- dari segi itu sendiri –adalah masalah lain- yang terdapat didalamnya nafas bid’ah-, maka jangan kau campurkan!!!
        Lihatlah <> (19/288),(20/257)

        ( 4 ) Janganlah ada seorangpun yang beranggapan dari ucapan ini untuk menetapkan bolehnya taqlid, dan juga setuju dengan hukum-hukumnya …
          Hanya saja ini bertujuan untuk menceritakan kenyataan –itu saja-
          Dan sebagian orang (!) ada yang memahami sebagian dari ucapanku –yang persis dengan ini- bahwa aku menyetujui taqlid!!
          Maka keduanya adalah batil

          ( 5 ) Ini penekanan dari apa yang sering sekali -kuulang-ulang- yaitu perselisihan dalam membid’ahkan – selama dalam ruang lingkup (ahlussunnah)- adalah perselisihan yang dibolehkan , tidak mengharuskan hajr , penjatuhan, tidak pula pembid’ahan.
            Sungguh syaikh robi’ –semoga Allah memberinya taufiq- pernah berkata di sebagian <> – dalam menjelaskan -dan mentahdzir- sebagian sifat (haddadiyyah) yaitu :
            <>..

            ( 6 ) Diriwayatkan oleh al-bukhory (13) dan muslim (45) dari anas radhiyallahu ‘anhu

              ( 7 ) Pembedaan semacam ini sangat penting -sekali-, maka apakah layak disamakan antara seorang (sunniy mujtahid) –ketika ia keliru- ,dengan (mubtadi’ mukhalif) –yang berbuat kesalahan-?!
                Maka –sejak awal- apakah sama ushulul mujtahid dengan ushulul mubtadi’?!
                !? هَلْ يَستوِيانِ مَثَلاً
                Maka apakah kedua hal itu sama ?!
                Akan tetapi mana contoh (kongkritnya) –disebagian perbuatan dan keadaan- dari apa yang dipahami (secara tidak langsung).
                Alangkah indahnya perkataan fadhilatus syaikh muqbil bin hadi al-wadi’iy -rahimahullah- di sebuah muhadharah beliau -yang berjudul- <> beliau berkata :
                <
                Ia, jika terjerumus pada bid’ah, maka perbuatannya tersebut dihukumi bid’ah, tetapi ia tidak dihukumi sebagai mubtadi’.
                Jika seorang yang memiliki keutamaan keliru, -atau berbuat suatu kebid’ahan- maka kekeliruannya tersebut tertutupi dengan keutamaan yang ia miliki.
                Akan tetapi, jika ia seorang fasik –atau mubtadi’- menyeru kepada bid’ah ,mengokohkannya, dan berinfak pada bid’ah tersebut, maka orang seperti ini ditahdzir>>
                Al-imam ibnul qoyyim berkata dalam kitab <> (2/39) : <>
                Kukatakan : aku khawatir akan datang orang yang celaka atau tolol kemudian menuduh al-imam ar-robbaniy ibnul qoyyim bermanhaj (al-muwazanah) seorang ahli bid’ah pengikut syaithan!!
                Dan kekhawatiran ini tidak jauh jika dilihat dari kebodohan sebagian dari mereka yaitu orang-orang yang mutasyaddid dan (ghuluw) –semoga Allah memberikan mereka hidayah -…

                ( 8 ) Maha suci Engkau ya Allah….
                  Saat ini –sangat disayangkan!- tidak terdapat pada diri kita mendahulukan (udzur)!!
                  Ketika hampir saja hal ini أَعَزَّ مِنْ عَنْقاءِ مُغْرِبٍ * -sebagaimana yang dikatakan-!
                  (عَنْقاءِ مُغْرِبٍ arti asalnya adalah binatang berkepala dan bersayap garuda berbadan singa, ini adalah sebuah ungkapan bangsa arab terhadap sesuatu yang sering didengar akan tetapi tidak pernah dilihat, maksudnya berulangkali kita mendengar sesama ahlussunnah harus sering saling memberi udzur, akan tetapi kenyataan di lapangan hampir tidak pernah kita merasakannya-pent.)
                  Akan tetapi yang kita inginkan-dan upayakan: jika (ada!) dari (seorang) yang meminta udzur : maka kita sikapi udzurnya tersebut dengan menerimanya , ridha , memudahkannya , atau –minimalnya- tidak menolak ! dan meragukannya!! , hingga kita menjadi saling tolong menolong untuk melawan syaithan, bukan malah kita (menolong syaithan) untuk menjerumuskan mereka!!
                  Semoga Allah merahmati orang yang berkata :
                  اِقْبَلْ مَعَاذِيرَ مَـنْ يَأْتِيكَ مُعْتَذِراً*****إِنْ بَـرَّ عِنْدَكَ فِيما قَالَ أَوْ فَـجَـرا
                  فَقَدْ أَطَاعَكَ مَنْ أَرْضَاكَ ظَاهِرُهُ*****وَقَدْ أَجَلَّكَ مَـنْ يَـعْصِيكَ مُسْتَتِـرا

                  Terimalah udzur dari orang yang meminta udzur****jika ia baik didepanmu atau berbuat jahat

                  Sungguh orang yang dhahirnya membuatmu ridha telah mentaatimu****dan sungguh orang yang bersembunyi dari mendurhakaimu telah memuliakanmu

                  Didalam surat kabar <> (edisi 550) : terdapat ucapan syaikh kami ibnu baz yaitu : <>.
                  Dan ahlussunnah <> -sebagaimana terdapat didalam <> (5/158)-

                  0 Responses to "Surat Terbuka Untuk Syaikh Robi’ bin Hadi"

                  Leave a Reply