| Subcribe via RSS

Browse > Home / / Blog Article: CELAAN/ JARH ULAMA KIBAR DALAM PERKARA IJTIHAD

CELAAN/ JARH ULAMA KIBAR DALAM PERKARA IJTIHAD

Jumat, 18 Januari 2013 | Posted in


 Ijtihad-ijtihad ulama besar kebanyakannya benar dan mencocoki petunjuk serta berakhir dengan hasil yang baik. Tapi terkadang ada pada ijtihad sebagian mereka suatu unsur berlebih-lebihan. Perhatikan contoh berikut.
Pertama: Ibnul Jauzi mengatakan seperti yang terdapat pada As-Siyar (11/322): Dari Abu Zur’ah Ar-Razi, ia berkata: “Dahulu Ahmad bin Hambal tidak berpendapat (bolehnya) menulis (hadits) dari Abu Nashr At-Tammar, begitu pula Yahya bin Ma’in dan tidak pula dari seorang pun yang diuji (pada fitnah khalqul qur’an) kemudian dia menjawab.”

Maimuni berkata: “Telah benar bagiku bahwa (Ahmad bin Hambal) tidak melayat Abu Nashr At-Tammar ketika wafat. Dan aku menyangka hal ini karena ia (At-Tammar) menjawab di masa fitnah...
Dan Hajjaj bin Asy-Sya’ir berkata: Aku mendengar Ahmad bin Hambal berkata: Andaikan aku meriwayatkan dari seseorang dari orang-orang yang menjawab di masa fitnah tentu aku akan meriwayatkan dari Abu Ma’mar dan Abu Kuraib.”

Adz-Dzahabi mengatakan (11/87) pada biografi Yahya bin Ma’in dan menyebutkan perihal Ahmad bin Hambal yang tidak meriwayatkan darinya: “Ini merupakan perkara yang sempit, tidak ada dosa bagi mereka yang menjawab di masa fitnah, bahkan tidak pula atas orang yang dipaksa melakukan kekufuran yang jelas sebagaimana (dijelaskan) ayat (Al Qur’an). Inilah yang hak. Dan Yahya semasa hidupnya adalah termasuk imam-imam Sunnah, dia takut akan kekejaman penguasa, maka ia menjawab karena ingin selamat.”

Contoh kedua: Apa yang disebutkan Adz-Dzahabi dalam As-Siyar (9/117-118) pada biografi Ismail bin Ibrahim yang populer dikenal dengan Ibnu Ulayyah. Adz-Dzahabi bercerita perihal Ismail yang menjawab pada peristiwa fitnah khalqul qur’an.
 Adz-Dzahabi berkata: Dan sebagian huffadz telah berpaling darinya tanpa hujjah. Sampai-sampai Manshur bin Salamah Al Khuza’i suatu waktu menyampaikan hadits, lalu lisannya keseleo, ia bilang: telah bercerita kepadaku Ismail bin Ulayyah. Kemudian ia ralat: Tidak, tidak ada kemuliaan, yang aku maukan Zuhair. Lalu ia berkata: Tidak sama orang yang jatuh kepada dosa dengan yang tidak terjatuh padanya, dan aku demi Allah telah memintanya bertaubat.

Aku katakan (Adz-Dzahabi): yang dia maksud adalah kesalahan kecil Ismail itu. Dan ini termasuk dari celaan/ jarh yang tertolak. Dan ulama serta para imam telah sepakat berhujjah dengan Ismail bin Ibrahim orang yang adil terpercaya. Abdussamad bin Yazid Murdawaih pernah berkata: Aku pernah mendengar Ismail bin Ulayyah berkata: Al Qur’an kalamullah bukan makhluk.

Aku katakan (Asy-Syaikh Al Imam): Ulama yang melakukan celaan/jarh (berlebihan) seperti ini dimaafkan, karena ia termasuk pada bagian ijtihad yang dibolehkan selagi ia tidak mengharuskan orang lain (mengikutinya). Adapun apabila sampai mengharuskan orang lain lalu membangun diatasnya hukum-hukum, seperti mendekatkan orang-orang yang sejalan dan menjauhkan orang-orang yang bersebrangan. Maka seperti ini telah keluar dari lingkup ijtihad kepada lingkupta’assub/fanatik terselubung. Maka cermatilah ini!

Perkara apapun selagi masih bagian dari ijtihad tidak boleh mewajibkan orang lain untuk mengikutinya.
Hanya Allah lah pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus.

Al Ibanah Asy-Syaikh Muhammad Al Imam 249-250.
Jazaallahkhairan ust Harits Abu Naufal atas faidahnya

Diambil dari catatan Ustadz Ja'far Salih

0 Responses to "CELAAN/ JARH ULAMA KIBAR DALAM PERKARA IJTIHAD"

Leave a Reply